KOPERASI PADA MASA
ORDE BARU
Seusai Pak Harto
dilantik menjadi Presiden RI ke II pada 27 Maret 1968, merupakan awal
berkiprahnya Pemerintahan Orde Baru.
Program utamanya, melakukan pemulihan ekonomi dengan mengatasi inflasi yang
mencapai 650% serta hutang luar negeri sebesar US$. 2,5 miliar. Maka
diibentuklah Kabinet Pembangunan I, terdiri dari para ahli ekonomi, kalangan universitas dan
dari Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI).
Pemerintah Orde Baru menyadari landasan perekonomian
Indonesia yang bertumpu pada Undang-Undang Dasar 1945 (UUD ’45), Pasal 33,
adalah pijakan ampuh dalam pembangunan ekonomi nasional. Melalui kebijakan
Pemerintahan Orde Baru, Gerakan Koperasi Indonesia kembali pada azas dan sendi
dasar. Koperasi dibangun sebagai usaha bersama berdasarkan azas kekeluargaan
dan demokrasi ekonomi. Pembangunan koperasi merupakan tugas dan tanggungjawab
Pemerintah dan seluruh rakyat Indonesia.
Mencermati Undang-Undang Perkoperasian yang baru itu, Pak
Harto memiliki tahapan konsep pembangunan ekonomi rakyat terpadu. Bermakna
kebersamaan dalam mengisi roda pembangunan. Tujuan pembangunan nasional adalah
mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata material serta spiritual berdasarkan
Pancasila di dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka,
berdaulat, bersatu dan berkedaulatan rakyat dalam suasana perikehidupan bangsa
yang aman, tenteram, tertib dan dinamis serta dalam lingkungan pergaulan dunia
yang merdeka, bersahabat, tertib dan damai.
Dalam konstalasi pembangunan nasional, memimpin Pemerintahan
Orde Baru, perhatian Presiden Soeharto tidak hanya tertumpah pada pembangunan
politik dan ekonomi secara umum, tetapi secara khusus beliau sepenuhnya
memberikan perhatian kepada pembangunan koperasi. Beliau melanjutkan pemikiran
besar Bung Hatta yang sudah tertuang di dalam konstitusi.
Sesuai Undang-Undang No.12, Tahun 1967, merupakan saat-saat
merehabilitasi koperasi-koperasi agar sejalan dengan undang-undang baru tersebut.
Maka periode tahun 1967/1968, pemerintah secara cermat melakukan rehabilitasi
dan konsolidasi terhadap koperasi berdasarkan prinsip-prinsip yang sesuai
dengan jatidirinya.
Pada Pelita I yang dicanangkan landasan awal pembangunan
Pemerintahan Orde Baru. Titik berat Pelita I adalah pembangunan di sektor
pertanian yang bertujuan mengejar keterbelakangan ekonomi melalui proses
pembaharuan sektor pertanian. Pembangunan ditekankan pada penciptaan institusi
pedesaan sebagai wahana pembangunan dengan membentuk Bimbingan Massal (Bimas)
yang diperuntukkan meningkatkan produksi beras dn koperasi sebagai organisasi
ekonomi masyarakat pedesaan. Sekaligus menjadi kepanjangan tangan pemerintah
dalam menyalurkan sarana pengolahan dan pemasaran hasil produksi. Di sisi lain
pemerintah juga menciptakan Badan Urusan Logistik (BULOG) sebagai penyangga,
penyalur dan stabilitas komoditi beras yang dihasilkan petani di pedesaan.
Tujuan Pelita I, meningkatkan taraf hidup rakyat melalui
sektor pertanian yang ditopang oleh kekuatan koperasi dan sekaligus meletakkan
dasar-dasar pembangunan dalam tahapan berikutnya. Sayangnya, awal pelaksanaan
Bimas tersebut dinyatakan gagal. Pada tahap pembelajaran selama Pelita I
tersebut dijadikan pengalaman dan landasan positif untuk kelanjutan pembangunan
nasional berikutnya.
Belajar dari kegagalan, kemudian pemerintah melibatkan para
petani melalui koperasi yang bertujuan memperbaiki produksi pangan
nasional. Untuk itu kemudian pemerintah
mengembangkan ekonomi pedesaan dengan menunjuk Fakultas Pertanian Universitas
Gajah Mada dengan membentuk Badan Usaha Unit Desa (BUUD). Maka lahirlah
Koperasi Unit Desa (KUD) sebagai bagian dari derap pambangunan nasional. Badan
Usaha Unit Desa (BUUD)/KUD melakukan kegiatan pengadaan pangan untuk stock nasional
yang diperluas dengan tugas menyalurkan sarana produksi pertanian (pupuk, benih
dan obat-obatan.
.
Presiden RI ke II ini sangat menghayati nuansa pedesaan.
Oleh karenanya tak ayal lagi bila Pemerintah Orde Baru dalam gerak langkah
pembangunannya mengutamakan sektor pertanian sebagai tumpuan harapan masa depan
Bangsa Indonesia. Konsepsinya, berdasarkan keyakinan Pak Harto untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa, tak lain dan tak bukan
gotong-royong dalam koperasi merupakan solusi terbaik untuk mengatasi
kemiskinan rakyat pedesaan.
Pak Harto pun segera membangun Indonesia dengan strategi
“Trilogi Pembangunan”; menciptakan stabilitas nasional, “pertumbuhan” ekonomi
dan “pemerataan” hasil-hasil pembangunan. Tugas utama pemerintah disebut Panca
Krida Kabinet Pembangunan; stabilitas politik (dalam dan luar negeri),
penyelenggaraan pemilihan umum, pengembalian ketertiban dan keamanan,
penyempurnaan dan pembersihan aparatur negara serta stabilitas ekonomi.
Tak lama setelah program tersebut berjalan, Pak Harto
melihat kenyataan yang menunjukkan perkembangan koperasi jauh tertinggal dari
pelaku ekonomi lainnya, BUMN (Badan Usaha Milik Negara) dan Swasta. Oleh karena
itu, tahun 1970 pemerintah Orde Baru mendirikan Lembaga Jaminan Kredit Koperasi
(LJKK), sebagai terobosan yang digagas Presiden Soeharto untuk mendukung
perkembangan koperasi. Pada saat inilah Prof. DR. Subroto memimpin Departemen
Transmigrasi dan Koperasi (1972).
Secara realitas koperasi di Indonesia menjadi tumpuan
kehidupan masyarakat, terutama bagi masyarakat yang tak mampu menjangkau jalur
perbankan. Lembaga Keuangan Perbankan memberikan pinjaman dengan bunga tak
seirama dengan penghasilan mereka. Kenyataan yang terpampang pada saat itu, 80%
rakyat Indonesia menggantungkan kehidupannya dari sektor pertanian. Pak Harto
juga melihat Indonesia sebagai negara tropis yang terbentang dari Sabang hingga
Merauke dan dari Mianggas sampai ke Pulau Rote memiliki lahan luas yang bisa
dijadikan lahan-lahan pertanian baru. Konsepsi dan strategi pembangunan Orde
Baru pun muncul dari sosok Pak Harto.
Terbentuknya Koperasi Unit Desa (KUD)
adalah gagasan orisinal Pak Harto. Selanjutnya, perkembangan koperasi di
Indonesia merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pembangunan nasional
Bangsa Indonesia, sebagai komitmen Pak Harto untuk mensejahterakan rakyatnya.
Namun perkembangan koperasi pada masa itu masih mempunyai
kelemahan-kelemahan, terutama pada bagian manajemen dan sumber daya manusia
pada organisasinya karena koperasi yang terbentuk adalah koperasi kecil yamg
letaknya di pedesaan. Oleh karenanya, untuk mengatasi kelemahan organisasi,
maka sejak tahun 1972, dikembangkan penggabungan koperasi-koperasi kecil
menjadi koperasi-koperasi yang besar.
Daerah-daerah di pedesaan dibagi dalam wilayah-wilayah Unit
Desa (WILUD) dan koperasi-koperasi yang yang ada dalam wilayah unit desa
tersebut digabungkan menjadi organisasi yang besar dan dinamakan Badan Usaha
Unit Desa (BUUD). Pada akhirnya koperasi-koperasi desa yang bergabung itu
dibubarkan, selanjutnya BUUD menjelma menjadi KUD (Koperasi Unit Desa).
Karena
secara ekonomi menjadi besar dan kuat, maka BUUD/KUD itu mampu membiayai
tenaga-tenaga yang cakap seperti manajer, juru buku, juru mesin, juru toko dan
lain-lain. Juga BUUD/KUD itu dipercayai untuk meminjam uang dari Bank dan
membeli barang-barang produksi yang lebih modern, sesuai dengan tuntutan
kemajuan zaman (mesin gilingan padi, traktor, pompa air, mesin penyemprot hama
dan lain-lain). Ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang Wilayah Unit Desa,
BUUD/KUD dituangkan dalam Instruksi Presiden No.4/1973 yang selanjutnya
diperbaharui menjadi instruksi Presiden No.2/1978 dan kemudian disempurnakan
menjadi Instruksi Presiden No.4/1984.
Pemerintah di dalam mendorong perkoperasian di era Orde Bru
telah menerbitkan sejumlah kebijaksanaan-kebijaksanaan baik yang menyangkut di
dalam pengembangan di bidang kelembagaan, di bidang usaha, di bidang pembiayaan
dan jaminan kredit koperasi serta kebijaksanaan di dalam rangka penelitian dan
pengembangan perkoperasian.
Sejalan dengan prioritas pembangunan nasional, dalam Pelita
V masih terpusatkan pada sektor pertanian, maka prioritas pembinaan koperasi
mengikuti pola tersebut dengan memprioritaskan pembinaan 2.000 sampai dengan
4.000 KUD Mandiri tanpa mengabaikan pembinaan-pembinaan terhadap koperasi jenis
lain. Adapun tujuan pembinaan dan pengembangan KUD Mandiri adalah untuk
mewujudkan KUD yang memiliki kemampuan manajemen koperasi yang rasional dan
efektip dalam mengembangkan kegiatan ekonomi para anggotanya berdasarkan atas kebutuhan
dan keputusan para anggota KUD. Dengan kemampuan itu KUD diharapkan dapat
melaksanakan fungsi utamanya yaitu melayani para anggotanya, seperti melayani
perkreditan, penyaluran barang dan pemasaran hasil produksi.
SUMBER :
http://sekar92.blogspot.co.id/2012/11/terbentuknya-koperasi-di-indonesia-orde.html
http://soeharto.co/komitmen-pak-harto-terhadap-koperasi
http://ekonomisajalah.blogspot.co.id/2015/04/perkembangan-koperasi-pada-masa.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar