PEMBANGUNAN KOPERASI DI NEGARA BERKEMBANG
Sejarah kelahiran dan berkembangnya koperasi di
negara maju (barat) dan negara berkembang memang sangat diametral. Di barat
koperasi lahir sebagai gerakan untuk melawan ketidakadilan pasar, oleh karena
itu tumbuh dan berkembang dalam suasana persaingan pasar. Bahkan dengan
kekuatannya itu koperasi meraih posisi tawar dan kedudukan penting dalam
konstelasi kebijakan ekonomi termasuk dalam perundingan internasional.
Peraturan perundangan yang mengatur koperasi tumbuh kemudian sebagai tuntutan
masyarakat koperasi dalam rangka melindungi dirinya.
Pada akhir 1980-an koperasi dunia mulai gelisah
dengan proses globalisasi dan liberalisasi ekonomi dimana-mana, sehingga
berbagai langkah pengkajian ulang kekuatan koperasi dilakukan. Hingga tahun
1992 Kongres ICA di Tokyo melalui pidato Presiden ICA (Lars Marcus) masih
melihat perlunya koperasi melihat pengalaman swasta, bahkan laporan Sven
Akheberg menganjurkan agar koperasi mengikuti layaknya “private enterprise”.
Namun dalam perdebatan Tokyo melahirkan kesepakatan untuk mendalami kembali
semangat koperasi dan mencari kekuatan gerakan koperasi serta kembali kepada
sebab di dirikannya koperasi. Sepuluh tahun kemudian Presiden ICA saat ini
Roberto Barberini menyatakan koperasi harus hidup dalam suasana untuk
mendapatkan perlakuan yang sama “equal treatment” sehingga apa yang dapat
dikerjakan oleh perusahaan lain juga harus terbuka bagi koperasi (ICA, 2002).
Koperasi kuat karena menganut “established for last”. Pada tahun 1995 gerakan
koperasi menyelenggarakan Kongres koperasi di Manchester Inggris dan melahirkan
suatu landasan baru yang dinamakan International Cooperative Identity Statement
(ICIS) yang menjadi dasar tentang pengertian prinsip dan nilai dasar koperasi
untuk menjawab tantangan globalisasi. Patut dicatat satu hal bahwa kerisauan
tentang globalisasi dan liberalisasi perdagangan di berbagai negara terjawab
oleh gerakan koperasi dengan kembali pada jati diri, namun pengertian koperasi
sebagai “enterprise” dicantumkan secara eksplisit. Dengan demikian mengakhiri
perdebatan apakah koperasi lembaga bisnis atau lembaga “quasi-sosial”. Dan
sejak itu semangat untuk mengembangkan koperasi terus menggelora di berbagai
sistim ekonomi yang semula tertutup kini terbuka.
Pembangunan koperasi dapat diartikan sebagai proses
perubahan yang menyangkut kehidupan perkoperasian Indonesia guna mencapai
kesejahteraan anggotanya. Tujuan pembangunan koperasi di Indonesia adalah
menciptakan keadaan masyarakat khususnya anggota koperasi agar mampu mengurus
dirinya sendiri (self help).
A. Permasalahan dalam Pembangunan Koperasi
Koperasi bukan kumpulan modal, dengan demikian
tujuan pokoknya harus benar-benar mengabdi untuk kepentingan anggota dan
masyarakat di sekitarnya. Pembangunan koperasi di Indonesia dihadapkan pada dua
masalah pokok yaitu :
1.
Masalah internal koperasi antara lain: kurangnya pemahaman anggota akan
manfaat koperasi dan pengetahuan tentang kewajiban sebagai anggota. Harus ada
sekelompok orang yang punya kepentingan ekonomi bersama yang bersedia bekerja
sama dan mengadakan ikatan sosial. Dalam kelompok tersebut harus ada tokoh yang
berfungsi sebagai penggerak organisatoris untuk menggerakkan koperasi ke arah
sasaran yang benar.
2.
Masalah eksternal koperasi antara lain iklim yang mendukung pertumbuhan
koperasi belum selaras dengan kehendak anggota koperasi, seperti kebijakan
pemerintah yang jelas dan efektif untuk perjuangan koperasi, sistem prasarana,
pelayanan, pendidikan, dan penyuluhan.
B. Kunci Pembangunan Koperasi
Menurut Ace Partadiredja dosen Fakultas Ekonomi
Universitas Gajah Mada, faktor-faktor yang menghambat pertumbuhan koperasi
Indonesia adalah rendahnya tingkat kecerdasan masyarakat Indonesia. Hal ini
disebabkan karena pemerataan tingkat pendidikan sampai ke pelosok baru dimulai
pada tahun 1986, sehingga dampaknya baru bisa dirasakan paling tidak 15 tahun
setelahnya.
Prof. Wagiono Ismangil berpendapat bahwa faktor
penghambat kemajuan koperasi adalah kurangnya kerja sama di bidang ekonomi dari
masyarakat kota. Kerja sama di bidang sosial (gotong royong) memang sudah kuat,
tetapi kerja sama di bidang usaha dirasakan masih lemah, padahal kerja sama di
bidang ekonomi merupakan faktor yang sangat menentukan kemajuan lembaga
koperasi.
Struktur organisasi koperasi Indonesia mirip
organisasi pemerintah/lembaga kemasyarakatan yang terstruktur dari primer
sampai tingkat nasional. Hal ini telah menunjukkan kurang efektif nya peran
organisasi sekunder dalam membantu koperasi primer. Tidak jarang menjadi
instrumen eksploitasi sumberdaya dari daerah pengumpulan. Fenomena ini dimasa
datang harus diubah karena adanya perubahan orientasi bisnis yang berkembang
dengan globalisasi. Untuk mengubah arah ini hanya mampu dilakukan bila penataan
mulai diletakkan pada daerah otonom.
Sumber : http://lingkarlsm.com/beberapa-prasarana-untuk-mengembangkan-koperasi/
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25119/4/Chapter%20I.pdf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar